Selasa, 22 Oktober 2013

Keutamaan dan Etika Bisnis

Dalam dunia bisnis, budaya organisasi dibangun sebagai landasan nilai-nilai (visi dan misi) bagi perusahaan. Nilai-nilai itu dihayati, dipraktekkan, dan diteruskan dari generasi ke generasi dalam kegiatan bisnis perusahaan demi tercapainya tujuan-tujuan yang dicanangkannya. Dalam hal ini, budaya organisasi merupakan implikasi dari etika keutamaan (kebajikan) Aristoteles, yang meletakkan nilai-nilai dasar bagi suatu tujuan yang ingin dicapai lewat pembentukan kharakter.
Bisnis sebagai profesi etis
Bisnis adalah bisnis, terbedakan dengan etika. Bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali dan etika justru bertentangan dengan bisnis, dan malahan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral karena bisnis adalah suatu persaingan yang menuntut pelaku bisnis berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa mencapai ‘keuntungan maksimal’. Aturan yang dipakai dalam bisnis dianggap penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial. Jadi, orang bisnis yang mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Demikianlah beberapa ungkapan yang sering terdengar menggambarkan hubungan bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George disebut sebagai ‘Mitos Bisnis Amoral’.
“Kerja orang bisnis adalah berbisnis bukan beretika”. Pernyataan yang terkesan dangkal menyimpulkan gambaran dunia bisnis—sebagaimana ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan di atas—tentu saja sangat sulit dipertanggungjawabkan secara mendasar kebenarannya. Dewasa ini, ungkapan tersebut hanya tinggal sebagai ‘mitos’. Bisnis pada dasarnya tidak terpisahkan dari moral. Bisnis tak mungkin dilepaskan dari moralitas dan etika. Seperti dikatakan De George “bisnis seperti kebanyakan kegiatan sosial lainnya, mengandaikan suatu latar belakang moral, dan mustahil bisa dijalankan tanpa latar belakang moral seperti itu.
Memang benar bahwa; dalam pemahaman bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk ‘memenuhi kebutuhan masyarakat’, keuntungan tetap tak tertangguhkan sebagai keharusan dalam bisnis.Keuntungan merupakan tujuan niscaya dari bisnis; fair dan wajar. Namun, keuntungan bukanlah tujuan utama bisnis. Tujuan utama bisnis, sebagaimana diungkapkan oleh Adam Smith, ialah bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan hanya lewat itu seseorang bisa memperoleh apa yang dibutuhkannya. “Berikanlah apa yang saya inginkan, dan Anda akan memperoleh [dariku] ini yang Anda inginkan Keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis dari kegiatan bisnis; yaitu, dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat akan merasa terikat dengan membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik.
Di samping itu, bisnis sebagai praksis, merupakan kegiatan individu. Bisnis menjadi ruang tempat individu beraktivitas dengan lingkungan dan sesamanya dalam bidang bisnis. Oleh karena kegiatan bisnis adalah kegiatan manusia, maka bisnis dapat dan memang pada tempatnya untuk dinilai dari sudut pandang moral, dari sudut pandang baik buruknya tindakan manusia bisnis sejauh sebagai manusia, persis sama seperti semua kegiatana manusia lainnya juga dinilai dari sudut pandang moral. Dengan demikian, bisnis tidak lepas dari etika yang merupakan refleksi kritis atas manusia yang bertindak.
Dengan demikian, bisnis memiliki etika. Hal ini juga berarti bisnis memiliki prinsip-prinsip etika (terapan atau profesi), yang merupakan penerapan prinsip etika pada umumnya—tanpa melupakan kekhasan sisem nilai dari setiap masyarakat bisnis Dan dalam hal ini, operasional dari prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral dunia bisnis itu termanifestasikan dan tersalurkan lewat apa yang disebut ‘budaya organisasi’/’budaya perusahaan’ (corporate culture) atau etos bisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar