Selasa, 22 Oktober 2013

Contoh -contoh kasus,Norma umum dalam Bisnis,Etika Deontologi,Etika Teleologi Dan Bisnis Amoral/Utilitarianisme

A. Contoh Kasus Norma Umum Dalam Bisnis
Norma umum terdiri dari norma santun, hukum dan moral. Contohnya adalah :
a. Norma santun : Memberi reward kepada perusahaan potensial disuatu Negara
b. Norma hukum : Perusahaan harus membayar pajak
c. Norma moral : Perusahaan mengadakan event untuk memperingati HUT Perusahaan
 B. Contoh Kasus Etika-Etika Deontologi dan Etika Teleologi
a. Contoh Kasus Etika Deontologi
Perusahaan tidak melaksanakan operasional perusahaan berdasarkanStandard Operational Procedure (SOP) yang berlaku maka perusahaan dikenai sanksi dari pemerintah
b. Contoh Kasus Etika Teleologi
Salah seorang warga yang mencuri harta penguasa kaya yang dzalim untuk dibagikan kepada penduduk sekitar
C. Contoh Kasus Bisnis Amoral/Utilitarianisme
Sogok, suap, kolusi, monopoli dan nepotisme

Utiliarianisme proses dan nilai penilaian,keuntungan,kerugian Dan kelemahan Nya

Utilitarianisme sebagai proses dan sebagai Standar Penilaian
·      Pertama, etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak.
·      Kedua, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.
Analisis Keuntungan dan Kerugian
Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.
Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka Etika bisnis:
·      Pertama, keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yg dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.
·      Kedua, analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalan kerangka uang.
·      Ketiga, analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang
Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis , berkaitan dg Analisis keuntungan dan kerugian :
·      Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-banyaknya.
·      Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai berdasarkan keuntungan yang menyangkut aspek-aspek moral.
·      Analisis Neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang.
Kelemahan Etika Utilitarisme
·      Pertama, manfaat merupakan konsep yang begitu luas shg dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yg tidak sedikit
·      Kedua, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
·      Ketiga, etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
·      Keempat, variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.
·      Kelima, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya
·      Keenam, etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas

Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme Dan Nilai positif nya

Utilitarianisme dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784 – 1832). Dalam ajarannya Ultilitarianisme itu pada intinya adalah “ Bagaimana menilai baik atau buruknya kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral” (bagaimana menilai kebijakan public yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara moral).
Etika Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik atau buruknya suatu keputusan.

Keputusan Etis = Utilitarianisme
Keputusan Bisnis = Kebijakan Bisnis

Ada dua kemungkinan dalam menentukan kebijakaan publik yaitu kemungkinan diterima oleh sebagian kalangan atau menerima kutukan dari sekelompok orang atas ketidaksukaan atas kebijakan yang dibuat.
Bentham menemukan dasar yang paling objektif dalam menentukan kebijakan umum atau publik yaitu : apakah kebijakan atau suatu tindakan tertentu dapat memberikan manfaat atau hasil yang berguna atau bahkan sebaliknya memberi kerugian untuk orang – orang tertentu.

Kriteria dan Prinsip Utilitarianisme
Ada tiga kriteria objektif dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan atau tindakan.
a.Manfaat : bahwa kebijkaan atau tindakan tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
b.Manfaat terbesar : sama halnya seperti yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c.Pertanyaan mengenai menfaat : manfatnya untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain, kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil orang / kelompok tertentu. 

Atas dasar ketiga Kriteria tersebut, etika Utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu :
1.Tindakan yang baik dan tepat secara moral 
2.Tindakan yang bermanfaat besar
3.Manfaat yang paling besar untuk paling banyak orang.


Nilai Positif
  1. Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a.       Rasionalitas
b.      Sangat menghargai kebebasan pelaku moral
c.       Universalitas

Pendekatan Stockholder

stockholder adalah seseorang atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek berusaha untuk meningkatkan harga sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah teori bahwa perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para pemegang sahamnya dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja demi keuntungan mereka.


Etos Kerja Dan Realisasi Moral Bisnis

Apa pengertian etos kerja? Kamus Wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang.

Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.

Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain.
Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak.

Dalam perjalanan waktu, nilai-nilai etis tertentu, yang tadinya tidak menonjol atau biasa-biasa saja bisa menjadi karakter yang menonjol pada masyarakat atau bangsa tertentu. Muncullah etos kerja Miyamoto Musashi, etos kerja Jerman, etos kerja Barat, etos kerja Korea Selatan dan etos kerja bangsa-bangsa maju lainnya. 

Bahkan prinsip yang sama bisa ditemukan pada pada etos kerja yang
berbeda sekalipun pengertian etos kerja relatif sama. Sebut saja misalnya berdisplin, bekerja keras, berhemat, dan menabung; nilai-nilai ini ditemukan dalam etos kerja Korea Selatan dan etos kerja Jerman atau etos kerja Barat.

Bila ditelusuri lebih dalam, etos kerja adalah respon yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat terhadap kehidupan sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Setiap keyakinan mempunyai sistem nilai dan setiap orang yang menerima keyakinan tertentu berusaha untuk bertindak sesuai dengan keyakinannya. 

Bila pengertian etos kerja dire-definisikan, 
etos kerja adalah respon yang unik dari seseorang atau kelompok atau masyarakat terhadap kehidupan; respon atau tindakan yang muncul dari 
keyakinan yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter pada diri seseorang atau kelompok atau masyarakat. Dengan kata lain, etika kerja merupakan produk dari sistem kepercayaan yang diterima seseorang atau kelompok atau masyarakat.

Realisasi Moral Bisnis
Etika merupakan ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral, sedangkan moral adalah rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif.

Prinsip dan Prinsip utama Etika Bisnis

Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Terdapat lima prinsip dalam etika bisnis yang terdiri dari sebagai berikut:
1.  Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadikewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu sajamengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukansesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
(1)       Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuaidengan tuntutan mereka;
(2)       Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
(3)    Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatanpelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijagakelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasaperusahaan;
(4)       Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan,memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder.
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
      1. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dankontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu samalain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karenajika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yangdicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curangtersebut.
      2. Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
       3. Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu   antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupunatasannya tidak terjaga.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapatdipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hakdan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
       1. Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
       2. Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antaraorang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubunganvertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antarwarga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
       3. Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling pentingdalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut AdamSmith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa noharm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semuaprinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikanorang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak Iain, danbertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yangditerima dan masuk akal.

Sasaran dan lingkup etika bisnis

Ada 3 sasaran dan lingkup pokoketika bisnis, yaitu yang pertama, tika bisnis sebagai etika profesi membhas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan dengan baik dan etis. Imbauan ini di satu pihak didasarkan pada prinsip etika-etika tertentu, tetapi dipihak lain dikaitkan pula dengan kekhususan serta kondisi kegiatan bisnis itu sendiri. Termasuk di dalamnya, imbauan didasarkan juga pada hakikat dan tujuan bisnis yaitu, untuk meraih keuntungan. Imbauan untuk berbisnis secara baik dan etis karena dapat menunjang keberhasilan bisnisnya dalam jangka panjang. Etika bisnis lalu berfungsi menggugah kesadaran moral para pelakunya untuk berbisnis secara baik dan etis demi nilai-nilai luhur tertentu seperti kejujuran, tanggung jawab, pelayanan, hak dan kepentingan orang lain dan lainnya dan demi kepentingan bisnisnya sendiri.

Yang kedua adalah untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan, dan masyarakat luas pemilik asset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat.

Sasaran kedua ini sangat vital dan penting dalam kondisi bisnis sekarang ini karena kenyataannya bahwa bisnis mempengaruhi kehidupan hamper semua anggota masyarakat tanpa terkecuali. Dalam kaitan itu, mayarakat luas sangat rentan terhadap praktek bisnis yang bila tidak dicermati akan bisa sangat merugikan. Untuk itulah sesungguhnya etika bisnis tidak hanya ditujukan kepada kaum professional bisnis melainkan juga kepada masyarakat umumnya.

Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat menentukan etis etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini etika bisnis bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dengan kata lain, etika bisnis menekankan pentingnya kerangka legal-politis bagi praktek bisnis yang baik, yaitu pentingnya hokum dan aturan bisnis serta peran pemerintah yang efektif menjamin keberlakuan aturan bisnis tersebut secara konsekuen tanpa pandang bulu.

Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang lainnya, dan bersama-sama menentukan baik tidakny, etis tidaknya praktek bisnis.

Keutamaan dan Etika Bisnis

Dalam dunia bisnis, budaya organisasi dibangun sebagai landasan nilai-nilai (visi dan misi) bagi perusahaan. Nilai-nilai itu dihayati, dipraktekkan, dan diteruskan dari generasi ke generasi dalam kegiatan bisnis perusahaan demi tercapainya tujuan-tujuan yang dicanangkannya. Dalam hal ini, budaya organisasi merupakan implikasi dari etika keutamaan (kebajikan) Aristoteles, yang meletakkan nilai-nilai dasar bagi suatu tujuan yang ingin dicapai lewat pembentukan kharakter.
Bisnis sebagai profesi etis
Bisnis adalah bisnis, terbedakan dengan etika. Bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungan sama sekali dan etika justru bertentangan dengan bisnis, dan malahan membuat pelaku bisnis kalah dalam persaingan bisnis yang ketat. Orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-norma dan nilai moral karena bisnis adalah suatu persaingan yang menuntut pelaku bisnis berusaha dengan segala cara dan upaya untuk bisa mencapai ‘keuntungan maksimal’. Aturan yang dipakai dalam bisnis dianggap penuh persaingan, berbeda dari aturan yang dikenal dalam kehidupan sosial sehingga tidak bisa dinilai dengan aturan moral dan sosial. Jadi, orang bisnis yang mau mematuhi aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Demikianlah beberapa ungkapan yang sering terdengar menggambarkan hubungan bisnis dan etika sebagai dua hal yang terpisah satu sama lain. Inilah ungkapan-ungkapan yang oleh De George disebut sebagai ‘Mitos Bisnis Amoral’.
“Kerja orang bisnis adalah berbisnis bukan beretika”. Pernyataan yang terkesan dangkal menyimpulkan gambaran dunia bisnis—sebagaimana ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan di atas—tentu saja sangat sulit dipertanggungjawabkan secara mendasar kebenarannya. Dewasa ini, ungkapan tersebut hanya tinggal sebagai ‘mitos’. Bisnis pada dasarnya tidak terpisahkan dari moral. Bisnis tak mungkin dilepaskan dari moralitas dan etika. Seperti dikatakan De George “bisnis seperti kebanyakan kegiatan sosial lainnya, mengandaikan suatu latar belakang moral, dan mustahil bisa dijalankan tanpa latar belakang moral seperti itu.
Memang benar bahwa; dalam pemahaman bisnis sebagai suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual, dan membeli barang dan jasa untuk ‘memenuhi kebutuhan masyarakat’, keuntungan tetap tak tertangguhkan sebagai keharusan dalam bisnis.Keuntungan merupakan tujuan niscaya dari bisnis; fair dan wajar. Namun, keuntungan bukanlah tujuan utama bisnis. Tujuan utama bisnis, sebagaimana diungkapkan oleh Adam Smith, ialah bukan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan hanya lewat itu seseorang bisa memperoleh apa yang dibutuhkannya. “Berikanlah apa yang saya inginkan, dan Anda akan memperoleh [dariku] ini yang Anda inginkan Keuntungan hanya dilihat sebagai konsekuensi logis dari kegiatan bisnis; yaitu, dengan memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat akan merasa terikat dengan membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik.
Di samping itu, bisnis sebagai praksis, merupakan kegiatan individu. Bisnis menjadi ruang tempat individu beraktivitas dengan lingkungan dan sesamanya dalam bidang bisnis. Oleh karena kegiatan bisnis adalah kegiatan manusia, maka bisnis dapat dan memang pada tempatnya untuk dinilai dari sudut pandang moral, dari sudut pandang baik buruknya tindakan manusia bisnis sejauh sebagai manusia, persis sama seperti semua kegiatana manusia lainnya juga dinilai dari sudut pandang moral. Dengan demikian, bisnis tidak lepas dari etika yang merupakan refleksi kritis atas manusia yang bertindak.
Dengan demikian, bisnis memiliki etika. Hal ini juga berarti bisnis memiliki prinsip-prinsip etika (terapan atau profesi), yang merupakan penerapan prinsip etika pada umumnya—tanpa melupakan kekhasan sisem nilai dari setiap masyarakat bisnis Dan dalam hal ini, operasional dari prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral dunia bisnis itu termanifestasikan dan tersalurkan lewat apa yang disebut ‘budaya organisasi’/’budaya perusahaan’ (corporate culture) atau etos bisnis.

Mitos Bisnis Amoral

Mitos ini mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika tidak ada hubungannya, berbeda dan tidak boleh dicampuradukan.

Bisnis berorientasi untuk mendapatkan keuntungan dengan semaksimal mungkin tanpa mengindahkan etika dan moralitas.

Argumen yang mendukung mitos bisnis amoral:
1. Bisnis sama dengan judi sebuah bentuk persaingan dan permainan yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengupayakan segala macam cara untuk mencapai kemenangan.
2. Aturan yang dipakai dalam bisnis berbeda dengan aturan dalam kehidupan sosial.
3. Orang bisnis yang mematuhi aturan moral akank berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan yang ketat.

Argumen yang menentang mitos bisnis amoral:
Bisnis tidak sama dengan judi atau permainan, yang dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanya uang atau barang, tetapi juga harga diri, nama baik, dll. Bisnis tidak mempunyai aturan sendiri yang berbeda dengan aturan kehidupan sosial masyarakat. Harus dibedakan antara legalitas da moralitas, praktek bisnis tertentu yang dibenarkan secara legal belum tentu dibenarkan secara moral. Etika harus dibedakan dengan ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, fakta yang berulang terus dan terjadi diumana-mana menjadi teori dan hukum ilmiah, dalam etika tidak demikian.

Menuju Bisnis sebagai profesi luhur

Tahap berikutnya dari sebuah profesi etis bisnis setelah etika terapan, dan etika profesi ialah pelaku bisnis dan perusahaan akan menuju bisnis sebagai profesi luhur. Perlu kita ketahui bahwa bisnis bukanlah profesi, sebagian besar pendapat mengatakan bahwa seseorang yang melakukan bisnis pasti ada yang berbuat curang dan bisnis yang dijalankannya itu pasti akan menuju perbuatan yang dilarang oleh agama. Pendapat ini tentu banyak yang menentang karena pendapat itu hanya dipandang dari sisi negatifnya saja, mereka tidak memandangnya dari sisi positif. Sisi positifnya, banyak orang yang berpendapat seseorang yang menjalankan bisnis pastinya telah memiliki banyak pengalaman, mempertimbangkan segala resikonya yang akan terjadi, berusaha seprofesional mungkin pada kemampuan dan konsekuensi yang dimiliki oleh si pelaku bisnis itu sendiri, dengan pendapat inilah bisnis menjadi sebuah profesi luhur.
Pandangan-pandangan yang umumnya muncul pada bisnis sebagai profesi luhur terbagi dalam 2 pandangan, yaitu pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal. Pandangan praktis-realistis ialah sebelum bisnis dimulai, perusahaan perlu melakukan riset (penelitian) agar dapat mengamati hasil dari penelitian tersebut bisnis apakah yang pada umumnya dewasa ini banyak dilakukan oleh pelaku bisnis lain, setelah perusahaan tahu dari hasil riset tersebut, perusahaan akan mencoba mengawali bisnisnya dengan mengadakan kegiatan antara pimpinan dengan karyawan yang menyangkut memproduksi beberapa produk, seperti : produk telekomunikasi berupa penggunaan jasa mobile (HP), penggunaan jasa internet, dan juga penggunaan jasa telepon, menjual produk yang dihasilkan oleh perusahaan telekomunikasi tersebut, membeli barang dan jasa telekomunikasi untuk memperoleh keuntungan. 
Tentu saja pandangan praktis-realistis ini merupakan tujuan kegiatan bisnisnya secara ekonomi bukan kegiatan sosial, tanpa adanya keuntungan bisnis perusahaan telekomunikasi tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Pandangan yang kedua adalah pandangan ideal, yaitu dalam prakteknya profesi luhur masih merupakan suatu hal yang ideal mengenai dunia bisnis. pandangan ini beranggapan bahwa pandangan yang ideal baru dianut oleh sebagian besar pelaku bisnis yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu berdasarkan nilai-nilai tertentu yang dianutnya. Dasar pemikiran pandangan ideal adalah pertukaran timbal balik secara fair diantara kedua belah pihak pelaku, dan menegakkan keadilan komutatif khususnya keadilan tukar menukar barang atau pertukaran dagang bisnis yang fair.
Dengan adanya pandangan praktis-realistis, dan pandangan ideal kesimpulan yang dapat diambil bahwa tidak semua citra dunia bisnis itu negatif yang disebabkan oleh pandangan praktis-relistis yang melihat bisnis sebagai mencari keuntungan. Masalah ini harus diselesaikan agar keuntungan yang diperoleh dari bisnis tersebut memang halal, fair, jujur, dan wajar. Memang secara tujuan, keuntungan tetap menjadi prioritas utama dalam menjalankan bisnis yang dapat memajukan dan mensejahterahkan kehidupan perusahaan telekomunikasi. Agar jalinan bisnis perusahaan telekomunikasi kokoh, maka perusahaan di bidang telekomunikasi perlu membangun bisnis sebagai profesi luhur, yaitu dengan memperkuat hubungan diantara organisasi profesi, dan mengembangkan profesi bisnis tersebut menjadi profesi luhur.

(Sumber : di download dari staffsite gunadarma Bpk. Ashur Harmadi Etika Bisnis)

Etika Terapan dan Etika Profesi

Etika profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah jata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang bermakna Janji untuk memenuhi kewajiban melakuakn suatu tugas khusus secara tetap/permanen. Profesi sendiri memiliki arti sebuah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan dan keahlian khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses setrifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi, keran profesi memiliki karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya, berikut aadalah karateristik profesi secara umum:
-Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis : Professional dapat diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik
- Asosiasi professional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
- Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi
- Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.
- Pelatihan institusional : Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
- Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
- Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
- Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Menurut UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN), Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.

Etika Terapan

Etika terapan merupakan kepedulian terhadap etika yang lebih mendalamdalam menjalankan kehidupan yang lebih baik. Kira-kira empat dasawarsa terakhir perhatian terhadap filsafat moral (etika) berubah drastis. Etika tampil dalam bentuk etika terapan atau kadang disebut filsafat terapan. Pada awal abad 20,  di kawasan berbahasa inggris, khususnya di United Kingdom dan Amerika Serikat etika dipraktekkan sebagai ”metaetika”. Ini adalah suatu aliran dalam filsafat moral yang tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan manusia, melainkan “bahasa moral” atau ungkapan-ungkapan manusia tentang baik dan buruk. Aliran metaetika merupakan filsafat moral yang mendominasi enam dekade pertama abad ke-20. Baru mulai akhir 1960-an terlihat suatu tendensi lain. Timbul perhatian yang semakin besar terhadap etika, sekitar saat itu etika mulai meminati masalah-masalah etis yang konkrit. Etika turun dari tempatnya yang tinggi, dan mulai membumi.

Teori Etika Deontologi Dan Teleologi

Etika deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti ilmu atau teori. Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai keburukan, deontologi menjawab, ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Sejalan dengan itu, menurut etika deontologi, suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontology yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
  1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
  2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
  3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri, sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan dikehendaki oleh orang tersebut. Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
Dengan demikian, etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Akibat dari suatu tindakan tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas moral suatu tindakan. Hal ini akan membuka peluang bagi subyektivitas dari rasionalisasi yang menyebabkan kita ingkar akan kewajiban-kewajiban moral.

 Teori Etika Teleologi
Adalah Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan “kebijaksanaan” objektif di luar manusia .
Contoh dari etika teleology : Setiap agama mempunyai tuhan dan kepercayaan yang berbeda beda dan karena itu aturan yg ada di setiap agama pun perbeda beda .
Dua aliran etika teleologi :
- Egoisme Etis
- Utilitarianisme
* Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Seseorang tidak mempunyai kewajiban moral selain untuk menjalankan apa yang paling baik bagi kita sendiri. Jadi, menurut egoisme etis, seseorang tidak mempunyai kewajiban alami terhadap orang lain. Meski mementingkan diri sendiri, bukan berarti egoisme etis menafikan tindakan menolong. Mereka yang egoisme etis tetap saja menolong orang lain, asal kepentingan diri itu bertautan dengan kepentingan orang lain. Atau menolong yang lain merupakan tindakan efektif untuk menciptrakan keuntungan bagi diri sendiri. Menolong di sini adalah tindakan berpengharapan, bukan tindakan yang ikhlas tanpa berharap pamrih tertentu.

Pengertian Norma

Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak prilaku seseorang.
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma.
                                                       JENIS-JENIS NORMA
Norma terdiri dari beberapa macam/jenis, antara lain yaitu :
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan
3. Norma Kesopanan
4. Norma Kebiasaan (Habit)
5. Norma Hukum
Penjelasan dan Pengertian Masing-Masing Jenis/Macam Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat :
1. Norma Agama
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar norma-norma agama.
2. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan.
3. Norma Kesopanan
Adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.
4. Norma Kebiasaan (Habit)
Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
 5. Norma Hukum
Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Melanggar rambu-rambu lalulintas adalah salah satu contoh dari norma hukum.